• gambar
  • gambar
  • gambar
  • gambar
  • Sekolah

Selamat Datang di Website SMP MUHAMMADIYAH 2 KOTA TEGAL. Terima Kasih Kunjungannya

Bermain Kata dan Gerakan Antonim Benda

Oleh : Fitrianingsih Rahmatika, S.Pd

 

Dalam dunia pendidikan, saya terbilang masih junior. Saya lulus sarjana pendidikan dan wisuda pada bulan Oktober, tahun 2014. Setelah lulus, saya melamar pekerjaan sebagai guru Biologi atau IPA di beberapa SMP dan SMA di kota Tegal melalui surat lamaran. Alhamdulillah, awal Maret tahun 2015, saya mendapat panggilan dari SMP Ma'arif dan diterima sebagai guru IPA kelas VIII. Bulan Juli tahun 2016, saya mendapat panggilan pekerjaan lagi dari SMP Muhammadiyah 2 Tegal. Alhamdulillah, dalam satu minggu ada hari yang luang, sehingga saya masih bisa mengajar di SMP Muhammadiyah 2 Tegal.

Sedikit demi sedikit, pengalaman mengajar saya rasakan dan ternyata pengalaman belajar yang saya alami beragam. Misalnya saja ketika mengajar, pasti ada siswa yang bercanda dengan siswa lain, atau ada siswa yang asyik menggambar di buku catatan mereka. Entah apa yang mereka bicarakan atau yang mereka gambar, sepertinya tidak menyangkut dengan pelajaran. Kadang siswa yang bercanda atau berbicara dengan siswa lainnya sampai mengganggu saya dan siswa lain yang sedang belajar.

Melihat kejadian itu, saya langsung menegur siswa tersebut. Saya juga menjelaskan, ketika proses belajar mengajar berlangsung, sebaiknya siswa siap dalam mengikuti pelajaran. Berdiskusi boleh, tetapi lihat situasi dan waktunya. Ketika guru sedang menjelaskan, ya siswa mendengarkan. Akhirnya siswa tersebut berhenti berbicara dan mendengarkan yang saya
perintahkan, namun setelah beberapa menit, dia berbicara dengan teman lain lagi. Saya begitu bingung, bagaimana mengatasi masalah tersebut di dalam cara mengajar saya? Saya berpikir, apa mereka bosan dengan cara mengajar saya?

Tanggal 17 Desember 2016, saya mengikuti Seminar Mengajar Gaya Motivator, dengan pembicara Bapak Aris Ahmad Jaya. Menurut beliau mengajar itu menyenangkan. Agar suasana kelas kondusif dan siswa tidak bosan, pembelajaran diselingi dengan permainan. Akhirnya saya mencoba menerapkannya dalam pembelajaran saya di dalam kelas.

Saat itu, saya mengajar di kelas VII A. Seperti biasa saya mengajar dengan gaya saya, mulai dari bertanya kepada siswa tentang pertemuan yang lalu. "Kemarin, kita belajar tentang langkah-langkah metode ilmiah. Ayo, siapa yang mau menyebutkan kembali, angkat tangannya!" Lalu, Taher menyebutkan langkah-langkah metode ilmiah dengan baik. "Bagus. Taher berarti sudah siap belajar", pujiku terhadap Taher. "Baik, sekarang sebutkan secara bersama-sama... Satu."

"Menemukan masalah dan merumuskan masalah....", ucap siswa-siswa serempak.

"Yang kedua..." lanjutku. Anak-anak menyebutkan secara serempak sampai langkah-langkah metode ilmiah yang terakhir. Setelah itu saya menyuruh mereka untuk membaca soal cerita di dalam buku BSE IPA. Selesai membaca, saya bertanya kepada siswa, dapatkah kalian membuat langkah-langkah metode ilmiah dari soal cerita tersebut? Mereka tampak bingung. "Ayo  perhatikan, Ibu akan menjelaskan caranya." Saya membaca paragraf pertama cerita tersebut dengan keras. "Kira-kira, masalah apa yang dibicarakan pada cerita?" Azka menjawab dengan pelan, "Penyakit malaria Bu?" "Iya benar sekali Azka, tentang penyakit malaria. Nah, berarti itu langkah metode ilmiah yang pertama, yaitu menemukan masalah, masalahnya apa, tentang penyakit malaria."

Lalu saya ajarkan mereka, membuat langkah metode ilmiah dari cerita dan saya menulis di papan tulis. Anak-anak memperhatikan dan menyalin di buku catatan, namun ada beberapa yang berbicara dan bercanda dengan teman lain. Saya berencara, setelah mereka selesai, akan saya beri tugas untuk mengerjakan soal cerita berikutnya. Tetapi saya bingung, pasti mereka bosan dan protes, "Tugas terus sih Bu." Akhirnya saya menerapkan ilmu yang telah diajarkan oleh Pak Aris.

Saya ajak mereka untuk bermain kata dan gerak. Ular - panjang, pensil - pendek, gajah - besar, semut - kecil, dengan gerakan tangan menyerupai bentuk benda. Kemudian, ketika menyebutkan bendanya, gerakannya kebalikan/antonim dari benda tersebut. Misalnya, ular - panjang, dengan gerakan tangan menyerupai pensil pendek. Pensil - pendek, dengan gerakan tangan menyerupai ular - panjang. Begitu juga, ketika menyebutkan gajah dan semut. Padahal permainan ini sangat sederhana, namun membutuhkan konsentrasi. Saat saya mengajari permainan tersebut, siswa sangat antusias, "Ayo Bu, dimulai."

"Oke, siap ya. Bu Guru mulai. Satu... Dua... Tiga..." tegasku.
"Ulaaar.." Saya memulai permainan. "Panjaaaang...." Jawab siswa serempak.
"Pensiiil..." lanjutku. "Pendeeek...." Jawab siswa serempak.
"Gajaaaahh..." lanjutku. "Besaaarr..." Jawab siswa serempak.
"Semuuttt..." lanjutku. "Keciiill...." Jawab siswa serempak.

Siswa-siswa mempraktekan dengan gerakan menyerupai antonim bendanya. Ketika ada siswa yang salah, saya menunjuk siswa tersebut dan siswa tersebut bingung lalu tertawa, semua siswapun ikut tertawa. Ketika saya salah gerakannya, siswapun tertawa, sayapun tertawa. Suasana kelas menjadi ceria. Merekapun tampak tidak bosan pada pelajaran. Pembelajaranpun menjadi sangat menyenangkan.

"Bu, permainan lagi oh Bu."

"Iya boleh, tetapi kalian kerjakan dulu soal cerita berikutnya!"

 

 

 

 

 

 

CONTOH ITU PERLU

Oleh

Sanaliyah, A. M d

 

Dulu ketika statusku masih sendiri, aku selalu teringat apa-apa yang diperintahkan oleh orangtuaku, tanpa ragu aku jalankan perintah itu. Tanpa mengeluh ataupun menolaknya, Itu semua karena aku yakin bahwa apa yang diperintahkan orangtuaku adalah sebuah kebaikan dan orangtuaku yang menyuruhpun melakukannya, tidak hanya menyuruh saja.

Sampai pada suatu ketika aku sudah menikah dan mempunyai anak, anakanak berkembang dengan sangat baik dan normal, mereka sangat lucu dan menggemaskan, sampai beranjak dewasapun aku masih sangat menyayanginya, terkadang mereka yang malu dengan teman-temannya atas perhatianku.

Kian hari anaku tumbuh dewasa dan pantas untuk aku perintah, tapi benaku mengatakan, "ahh tidak usah, kasihan, biar dia belajar plajaran sekolah saja", tapi kebutuhanku sangatlah mendesak ketika ada pekerjaan rumah yang harus aku selesaikan dengan bantuan anakku itu. Aku memanggil anakku dari belakang rumah, "amal...amal...amal...tolong mamah ini ", panggilanku kencang, dan anakku pun menyahut "ya mah, nanti". Sekian lama aku panggil, ankku ta kunjung datang. Akhirnya aku mendekat kearah anakku itu yang sedang menonton tv, aku bilang dengan nada sedikit kesal dan marah, "Disuruh bantu mamah sedikit aja tidak bangun, nanti nanti, klo minta uang tah cepet", tapi balasan anakku malah dia masuk ke kamar dengan lari.

Hari kian larut malam, aku berfikir apa aku salah ke anak seperti itu? Aku terus berfikir setiap hari sampai terkadang tidak bisa tidur. Akhirnya kutemukan jawabannya, memang tidak benar menyuruh dengan nada keras dan tidak mendekat, harusnya aku menyuruh dengan nada lirih kemudian mendekat ke anak dan bicara yang sopan meskipun ke anak lalu dengan dipraktekkan, apa yang aku perintah kemarin dalam keadaan aku tidak sibuk, masih santai. Pengalamanku tadi akhirnya berbuah pengetahuan, bahwa yang namanya memerintahkan ke anak itu perlu trik khusus, kita harus melihat dalam keaadaan p apa kita pada saat itu. Anak yang diperintah butuh contoh seperti halnya ibu bapakku dahulu. Akhir cerita ini ku simpulkan bahwa perlu adanya contoh yang baik untuk suatu perintah yang baik.

Terimakasih.

 

 

 

 

 

LAYANG-LAYANG DALAM KELAS

Oleh: Mutiatul Khikmah, S. Pd


Menjadi seorang guru tidak hanya sekedar mentransfer ilmu kepada siswa saja melainkan supaya bisa mendidik dengan akhlak serta kepribadian. Saya selalu teringat dengan kalimat "mendidik siswa itu seperti bermain layang-layang" meskipun saya juga tidak pernah bermain layang-layang, secara gitu loh saya kan perempuan yang feminim jadi mainannya "bongkar pasang, warung-warungan, rumah-rumahan dan sejumlah permainan perempuan lainnya, he... tapi setidaknya saya bisa sedikit mengerti dengan kalimat tersebut. Saya jadi teringat dengan kejadian yang saya alami ketika awal-awal menjadi seorang guru.

Suatu ketika saat saya mengajar di kelas 9B saya mendapati kelas yang sering ribut. Ada juga dua anak (Rozi dan Billy) yang terlihat acuh tak acuh saat pelajaran saya. Entah karena tidak suka dengan sikap saya atau memang enggan dengan pelajaran yang saya ajarkan. Saya berusaha untuk selalu mengingatkan mereka untuk fokus pada pelajaran, tidak melamun, tidak mengobrol, tidak mempermainkan suatu mainan saat jam pelajaran. Saya juga berusaha mendampingi mereka(duduk atau berdiri di samping mereka bak satpam) ketika yang lain mencatat materi Meski terlihat dua anak tersebut masih ogah-ogahan waktu itu saya pikir yang penting mereka diam dan mencatat.

Namun ternyata sikap saya seperti itu bukan menjadikan mereka nurut, tertib di dalam kelas, namun sepertinya tidak berpengaruh bagi mereka bahkan sikapnya semakin menjadi. Lain waktu ketika saya memberi tugas salah satu diantaranya berbicara dengan terang-terangan mengatakan "sungkan temen..." saat itu sebenarnya saya tersinggung sekali namun saya tahan supaya tidak sampai terlihat kesal di depan siswa lain. Saat itu karena rencana saya tugas tersebut juga supaya dilanjutkan di rumah karena waktu mengajar hampir usai.

Satu minggu kemudian saya kembali ke kelas mereka. Setelah mengucap salam, tanya kabar dan mengabsen siswa saya meminta para siswa mengumpulkan buku tugas. Ketika saya hitung berdasar jumlah siswa ternyata ada yang belum mengumpulkan, siapa lagi kalau bukan jagoan kelasnya yang bikin darah saya naik setiap kali masuk, namun kali ini hanya Billy saja. Saya datangi ke tempat duduknya dan meminta buku mereka, dengan sedikit  menariknya namun si Billy dengan raut wajah tidak suka menampik tangan saya yang akan meminta bukunya. Dan memang ternyata dia belum mengerjakan tugas, saya meminta diapergi ke perpustakaan untuk mengerjakannya. Tanpa ba-bi-bu dia langsung saja ke perpustakaan. Entah apa yang ada di dalam benaknya.

Suatu kali saya bertanya dalam diri sendiri, ada apa dengan diri saya? Sehingga ada anak yang seperti itu.... saya tidak ingin hal ini terjadi berlarut-larut sehingga mengganggu fikiran saya. Akhirnya di saat tidak ada jam pelajaran saya memanggil Billy dan Rozi secara bergantian. Awalnya mereka masih terlihat enggan dengan saya bahkan seringkah memalingkan muka, terutama si Billy itu. Saya berusaha sedingin mungkin berkomunikasi, menanyakan kabar mereka hari ini. Mereka menjawab "baik". Alhamdulillah meski sedikit ketus tapi syukurlah dia merespon.

Setelah menanyakan kabar, saya berkata "Sebelumnya saya minta maaf karena meminta waktu kamu untuk memenuhi panggilan saya di sini, terimakasih sekali kamu sudah bersedia" Billy masih diam. Lalu saya bilang "Sebenarnya saya selalu merasa berat katika akan memasuki kelas 9B bukan karena saya tidak suka dengan anak-anak kelas 9B. Namun ada hal yang membuat saya serba salah dan hal itu membuat saya terus kepikiran, akhirnya saya memanggil kamu supaya saya merasa ringan untuk melangkah ke kelas 9B"

 

"Tolong katakan sejujurnya dengan saya, apa kamu tidak suka saya ? kalau iya, karena apa ? biar saya bisa instrospeksi diri dan tidak lagi membuatmu seperti terlihat benci dengan saya terus menerus, insya Alloh saya tidak akan marah dengan jawaban kamu"

Dia hanya menjawab "Tidak apa-apa bui" singkat, padat. Hanya itu, namun saya bilang lagi, "jika tidak ada apa-apa mengapa demikian, saya akan sangat berterimakasih jika kamu mengatakan dengan jujur apa adanya, ada apa dengan saya?"

Selidik punya selidik ternyata oh ternyata, dia memang tidak suka dengan sikap saya yang terkesan galak, pemarah, tidak dekat dengan anak-anak, suka mencubit. Hmm olalah ...ternyata segitu banyaknya kekurangan saya. Baiklah, jika begitu bismillah saya akan berubah. Akhirnya sedikit demi sedikit saya mulai bisa membiasakan diri menyapa anak-anak dengan bertanya hal-hal yang sepele, ternyata benar anak-anak merespon dengan baik dan
tidak lagi merasa canggung dan takut dengan saya. Namun saya juga berusaha supaya tidak terlalu dekat dengan anak takutnya nanti mereka menganggap saya bukan guru mereka melainkan sebagai teman sehingga ketika bersikap mereka tidak lagi menghiraukan tempat dan tata krama. Karena saya pikir ada saatnya bagaimana bersikap santai juga ketika harus bersikap tegas bukan lagi galak.

Sebagai penutup saya petik catatan harian saya saat menulis kejadian tersebut karena tulisan best practice ini saya harus melihat tulisan saya yang lalu dan berusaha untuk mengingat alur ceritanya, dengan sedikit edit, karena sebenarnya bahasa tulisan saya di buku harian itu jauh sekali dari kata baku, he he...

Alhamdulillah ngajar di kelas sembilan B lancar, satu hal yang aku bikin bangga sekarang tuh murid laki-lakinya yang dulu pada mbedut sekarang udah nurut. Seperti Fathurozi yang dulu terhadapku selalu buang muka sekarang setiap ketemu aku selalu menyapa dan langsung bersalaman. Begitu juga dengan Billy yang dulunya dengaku tuh sepertinya benci banget, bahkan ketika aku ngasi tugas dia jelas-jelas nyangkal tidak mau bikin tugas, aku sempet istigfar berkali-kali waktu itu, sampai dalam hati aku tanya sendiri salah apa aku ? tapi alhamdulilah tadi menjadi orang yang pertama mengumpulkan tugas. Semoga ini merupakan awal peningkatan kebaikan bagi dirinya, aamiin.

 

 

 

 

 

Pentingnya Sebuah Perhatian


Oleh Jundika Al I. B, S. Pd.


Profesi sebagai pendidik (guru) membuat saya bertemu dengan beragam karakter orang  dalam hal ini adalah karakter peserta didik. Dalam satu kelas yang jumlahnya lebih dari 20 anak dengan sifat dan karakternya masing-masing membuat saya harus berpikir keras cara atau metode yang tepat digunakan agar dapat diterima oleh semua peserta didik tersebut. Mulai dari  sekedar menjelaskan seperti orang ceramah, diskusi agar anak berperan aktif, membentuk kelompok agar mereka berlatih kerjasama, sampai menggunakan media yang sengaja saya buat semalaman agar paginya dapat saya gunakan sebagai alat untuk mengajar. Dari sekian banyak  metode yang saya gunakan ternyata masih belum maksimal karena masih ada seorang siswa yang menjadi biang keributan di kelas dan tidak memperhatikan.

Berawal dari seorang siswa sebut saja Budi (bukan nama sebenarnya) yang saya sendiri bahkan guru-guru yang lainpun sudah paham akan karakternya yang boleh dikatakan sebenarnya pintar, namun tertutup oleh sifatnya yang memang banyak ulah (usil) sehingga menimbulkan keributan dalam kelas, dan tidak jarang berani terhadap guru. Tidak hanya sekali dua kali tetapi sering, Budi tidak mengerjakan tugas dan bahkan mencatatpun malas. Hari itu saya mengajar di kelas Budi. Menit-menit awal mengajar berjalan seperti biasa, para siswa memperhatikan. Pertengahan mengajar mulai terdengar suara-suara ribut dari meja belakang tempat Budi duduk. Semakin lama suara itu semakin keras dan menular ke meja-meja lain. Terdengar sangat
menganggu pelajaran, saya pun menegur si biang keributan yaitu Budi. Teguran hingga 3 kali rupanya tidak dihiraukannya. Saya pun berjalan menghampiri Budi dan bertanya sebenarnya apa yang diributkan tetapi Budi menjawab tidak ada apa-apa, lalu saya menasehati agar tidak ribut pada saat pelajaran, apapun pelajarannya dan siapapun gurunya hendaklah memperhatikan dan fokus terhadap pelajaran itu. Dan tidak saya duga ternyata Budi menjawab "Saya tidak suka dengan pelajaran yang Bu Guru ajarkan, tidak penting dan bikin tambah pusing saja". Disitu saya merasa sangat kecewa dan tersinggung. Saya hampir tidak bisa berkata-kata, namun saya tetap berusaha memberi pengertian bahwa "pelajaran ini berhubungan dengan daerah tempat kalian tinggal, kalian tinggal di suatu daerah maka harus tahu bahasa yang baik dan tata krama yang tumbuh di daerah itu agar kalian tidak malu, tidak salah bergaul dan dapat menyesuaikan diri.

Selesai pelajaran saya memanggil Budi untuk saya ajak berkomunikasi secara intern. Dari komunikasi yang saya lakukan dengan Budi saya jadi memahami karakternya lebih dalam lagi. Budi memang anak yang cukup pandai, hanya saja ia kurang mendapat perhatian karena  kesibukan orang tuanya di rumah, hingga ia sering kali berulah untuk mendapat perhatian orang  lain. Disini saya temukan titik poinnya adalah pada orang tua, saya jadi berpikir jika perhatian seorang tua yang Budi butuhkan berarti saya harus bisa jadi orang tuanya paling tidak selama di sekolah. Saya akhiri obrolan saat itu dengan ucapan maaf kepada Budi jika cara saya mengajar tidak berkenan untuknya dan jika ada perkataan yang menyinggungnya selama mengajar atau saat menegur. Tidak saya duga kembali bahwa Budi akan membalas permohonan maaf saya dengan kembali mengucapkan maaf atas ucapan nya saat pelajaran berlangsung tadi. Budi mengatakan bahwa sebenarnya ia tidak membenci saya melainkan belum paham saja manfaat pelajaran yang saya ajarkan, tetapi setelah saya memberikan penjelasan ia pun bisa memahami. Saya lega atas perkataan Budi tersebut.

Berawal dari obrolan saya dengan Budi tersebut saya mulai berpikir cara apa yang harus saya perlakukan terhadap Budi. Sampai akhirnya saya mencoba untuk melibatkan Budi dalam setiap pengajaran yang saya lakukan di kelasnya. Mulai dari saya meminta bantuan untuk sekedar menghapuskan papan tulis, mengisi tinta spidol, mengambilkan proyektor, membacakan materi yang saya berikan dari buku catatannya sendiri, sampai saya tunjuk untuk menjawab pertanyaan dengan tetap saya berikan penghargaan atas apa yang sudah ia lakukan walaupun hanya ucapan terimakasih dari mulut saya. Cara itu selalu saya terapkan selama beberapa kali tatap muka. Dan Alhamdulillah... siapa sangka ternyata cara saya tersebut mendapat respon yang baik dari Budi. Semakin hari Budi menunjukkan sikap yang baik, ia mulai rajin mencatat dan mengerjakan tugas bahkan nilainya pun meningkat.

Pengalaman saya tersebut memberikan pelajaran bagi saya bahwa seburuk-buruknya sifat seseorang (dalam hal ini peserta didik) ternyata masih ada sisi baiknya jika kita sebagai guru bisa lebih peduli, lebih perhatian, sadar bahwa guru adalah orang tua di sekolah dan mau membuka diri dengan ikhlas untuk menerima setiap keluhan atau bahkan kritikan dari siswa sebagai bahan introspeksi diri.

 

 

 

 

GURU "DIGUGU LAN DITIRU

Oleh : Puji Arum Wulan, S.pd

 

Guru adalah cita-cita mulia yang dari kecil saya impikan. Betapa hebatnya seorang Guru yang dengan sabar mendidik dan memberi ilmu kepada siswanya. Dulu saya mengira menjadi guru hanya perlu kepintaran untuk memberikan ilmunya. Apalagi dengan melihat nilai-nilai rapot yang saya peroleh, saya semakin yakin bisa menjadi seorang guru.

Setelah menjadi seorang Guru ternyata saya melupakan filosofi orang jawa yang mengatakan Guru itu "Digugu lan Ditiru". Sebagai seorang Guru yang masih muda dan terbilang baru, saya masih harus banyak belajar. Terutama dalam berperilaku dan memberikan contoh kepada siswanya. Ada sebuah kisah yang membuat saya malu sebagai seorang guru. Saya merasa harus berbagi kisah ini sebagai pengalaman yang berharga.

Hena adalah seni lukis tangan yang sedang tren saat ini. Sebagai seorang wanita yang masih muda saya cukup tertarik dengan seni lukis tangan yang menurut saya sangat indah. Waktu itu saya dimintai tolong oleh saudara yang sedang menikah untuk mejadi pagar ayu di acara nikahannya. Kebetulan pengantin dan Pagar Ayu yang lain menggunakan seni lukis Hena ditangan dan saya pun tertarik untuk ikut menggunakannya.

Keesokan paginya, ketika saya berangkat ke sekolah, banyak dari siswa dan bapak/ Ibu guru dan karyawan yang bertanya dan memuji keindahan hena ditangan saya.

"Wah, Bu Wulan habis jadi pagar Ayu yah?ujar seorang teman yang sudah tahu.

"Lihat deh, Bu Wulan Henanya Bagus sekali" ujar seorang siswa.

"Bu, itu bikin dimana?bagus banget bu" siswa disebelahnya pun ikut bertanya.

"Wah Bu wulan habis jadi pengantin yah" Tanya siswa yang lain.

Kira-kira begitulah pujian dari siswa mengenai hena yang ku pakai. Saya sempat senang sekali mendapat pujian tersebut. Hingga terdengar juga cibiran dari siswa yang membuat saya malu.

"Bu Wulan, pakai hena boleh, padalah siswanya ga boleh" ujar seorang siswa

"aku pengen akh" celoteh yang lain

Hush, ora olih, engko diganyami lah" timpal yang lain

"Akh„masa sih?gurune be olih kah" jawabnya yakin.

Hingga akhirnya saya pun memutuskan untuk segera menghapus hena tersebut. Saya merasa malu dengan kejadian ini. Saya pikir kejadian ini sudah selesai dengan hanya menghapus hena tersebut. Ternyata masih berlanjut hingga pada saat saya megajar ada seorang siswa yang menggunaka Cat Kuku yang menurut saya tidak sah untuk sholat.

"Mb., itu kukunya kenapa diwarnai seperti itu?"

"ga papa bu, biar bagus, iseng bu" jawabnya

"kan sudah ada diperaturan bahwa siswa tidak boleh memakai cat kuku"

"ah„bu wulan juga pernah makai hena" balasnya membela diri. Deg. bertambah malu lah saya dihadapan siswa. Akhirnya saya menjelaskan ke siswa kejadian yang sebenarnya.

"anak-anak, bu Wulan ingat bahwa ibu pernah menggunakan hena ditangan, tetapi kalian juga harusa tau apa alasannya, bu wulan habis diminta untuk menjadi pagar ayu dan cat kuku yang kalian gunakan juga tidak sah untuk sholat. Boleh kalian mengikuti tren yang ada, tetapi harus sesuai dengan kondisi kalian saat ini. Saat ini kalian adalah seorang siswa yang tugas utamanya adalah belajar dan ikutilah tren yang baik dan tidak menyimpang dari ajaran agama."

Semenjak hari itu sepertinya saya menjadi alasan bagi siswa untuk memakai hena. Setiap kali siswa ditegur masih ada yang menjawab "Gurune be nganggo kali". Saya hanya tersenyum kecut menanggapi alasan siswa. Ternyata sekali kita memberi contoh kurang baik, siswa pasti akan mengingatnya. Bukakankah itu seperti filosofi jawa seorang Guru "Digugu lan Ditiru". Semenjak hari itu saya berfikir berkali-kali terlebih dahulu jika ingin mengikuti tren yang sedang terjadi.

 

 

 

DO'A SEORANG GURU UNTUK ANAK DIDIKNYA

Oleh: Siti Muniroh

 

Setiap guru pasti ingin anak didiknya menjadi murid-murid yang pandai walaupun terkadang apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagai guru agama saya merasa mempunyai tuntutan yang lebih terhadap anak-anak,disamping mereka harus pintar secara materi anak-anak juga harus memiliki Akhlak yang baik terutama pengamalan terhadap perintah agamanya.

Suatu hari saya masuk disalah satu kelas untuk mengajar,seperti biasanya saya sering menanyakan Shalat 5 waktu yang dikerjakan oleh anak-anak.Satu persatu saya bertanya "Andi bagaimana shalatmu? apakah sudah lima waktu?" dan Andi Menjawab "Belum bu, baru 3 waktu, Dhuhur, Maghrib dan Isya. Saya bertanya lagi "Kenapa kamu tidak shalat Asar? " Males bu" jawab Andi. Kemudian saya bertanya lagi "lalu bagaimana dengan shalat subuhmu?" lalu Andi menjawab dengan entengnya "Ngantuk bu, bangunnya kesiangan" hampir semua anak jawabannya sama ada yang 4 waktu ada yang 3 waktu bahkan ada yang hanya 2 waktu yaitu Sagrib (isa dan magrib ) . Ya Allah hampir semua muridku tidak ada yang shalat 5 waktu, satu kelas hanya ada 5 anak yang sudah melaksanakan shalat 5 waktu. Dalam hati saya bertanya pada diri sendiri "Ya Allah ini salah siapa? sementara setiap saat selalu saya sampaikan tentang pentingnya shalat 5 waktu. Hal ini membuat saya sedih, setiap selesai shalat saya selalu berdoa semoga anak-anakku dapat melaksanakan shalat 5 waktu.

Seperti biasa saya mendapat jatah untuk mengisi Ekstrakurikuler halaaoh tepatnya setiap hari kamis dari jam 13.00 -13.30, ini kesempatan saya untuk lebih intensif dalam mengontrol pelaksanaan shalat 5 waktu anak-anak karna hanya 8 Anak. Saya bertanya pada salah satu anak "Ani bagaimana Shalatmu?" lalu Ani Menjawab "Baru 4 waktu bu, Shalat Dhuhur,Asar,Magrib dan Isya,Shalat subuhnya belum bu, kalau pagi ngantuk banget". Dari 8 anak ada 6 anak yang shalat 4 waktu dan yang 2 Anak sudah shalat 5 Waktu, Alhamdulillah ada yang sudah Shalat 5 waktu. "Rani dan Santi ibu bangga pada kalian berdua pertahankan terus jangan sampai ditinggalkan Shalat 5 waktunya" lalu rani berkata "Insya Allah bu, saya ingat nasehat bu guru bahwa amal yang pertama akan Allah tanyakan adalah shalat,mungkin sekarang yang nanya bu guru kalau tidak shalat 5 waktu bu guru hanya menasehati tapi kalau nanti Allah yang bertanya pasti langsung dimasukkan ke dalam neraka, Saya takut bu"

Ya Allah dari sekian banyak anak didikku ternyata ada yang masih mengingat nasehat yang pernah saya sampaikan.

Teman-teman ternyata anak didik kita masih butuh bimbingan kita untuk melaksanakan shalat 5 waktu, ayo kita lanjutkan perjuangan kita. Tetap semangat Allah selalu bersama kita. Mari kita selalu berdo'a untuk kebaikan anak didik kita. Allah tidak melihat hasil tapi Allah melihat usaha hamba-hamba-Nya.

 

 

 

PENGALAMAN KEGIATAN

Oleh

Mohamad Arifin

 

Dulu ketika masih duduk dibangku SMP dan SMA, saya sempat berfikir tidak ada gunanya mengikuti sebuah kegiatan sekolah. Ini hanya membuang waktu main saya dan menambah "mumet" pikiran. Saya ingin juga bebas bermain dengan teman, khususnya main bola dilapangan sore hari.

 

Sampai pada akhirnya terbitlah tawaran mengikuti kegiatan OSIS di SMP. Awalnya hanya mengikuti kegiatan perkumpulan setelah pulang sekolah dari tawaran kakak kelas dadakan ketika jam istirahat.

 

 "De, nanti nek bar sekolah bisa kumpul diruang kelas 7 ya", sahut kakak kelas saya selaku ketua Osis. Lantas saya belum bisa menjawab kepastiannya, saya hanya menjawab, "Iya, liat nanti ya mba". Dalam benakku terfikirkan antara mau ikut atau tidak, ahirnya saya putuskan dengan penuh terpaksa aku pun ikut kegiatan tersebut. Bel pulang pun berbunyi, dengan segera aku masuk ke ruangan kelas tujuh yang sudah ditentukan tadi, begitu juga kakak kelasku. Fikirku, "ko Cuma sedikit yah, ahh mungkin belum pada masuk" sampai pada ahir kegiatan hanya ada lima enam anak yang ada diruang tersebut, itu termasuk aku. Waktu itu kelas sembilan tiga anak, kelas delapan dua anak, dan aku yang kelas tujuh. Tepat pukul 2 siang aku pun pulang kerumah. Selama diperjalanan pulang, aku merasa menyesal ikut kegiatan tersebut.

 

Selang dua minggu, aku ditawari lagi untuk mengikuti kegiatan yang sama, namun aku menolak, secara spontan kakak kelas menyampaikan kepadaku, "ini amanat dari Pak Tomo loh de, Pembina OSIS. Aku semakin takut dengan penyampaian kakak kelas tadi, karena aku tau sendiri karakter Pak Tomo tersebut seperti apa, tegas sih tapi tetap aku bilang galak, sangar. Rapat tersebut membahas kegiatan OSIS tingkat kota, aku mewakili kelas tujuh pada saat itu, ditemani dua  orang kakak kelas. Selalu ada penyesalan dalam hatiku, "Hadduh, kenapa harus saya sih, ikut malas, ndak bisa main bola saptu sore, tp ndak ikut ya takut sama

 

Pembina OSIS. Akhirnya dengan penyesalan itu, aku pun. tetap berangkat, tempatnya pun cukup jauh bagiku, dan harus bermalam juga.

 

Kegiatan OSIS tingkat kota pun berlangsung, aku duduk dibagian depan baris ketiga. Pemaparan-pemaparan materi dari kakak-kakak senior tingkat SMA pun membuat decak kagum bagiku pada saat itu. Secara menyeletuk aku berucap dalam hati, "Mantap, andai aku bisa seperti mereka-mereka, mungkin akan banyak ilmu yang aku dapat, terutama aku bisa dengan gagah berdiri dipodium dengan status Ketua OSIS SMP-ku dan membuat audien tau akan siapa aku ini, hee sambil senyum kecil ditemani makan kacang snack". Tepat hari ahad siang, akhirnya kegiatan tersebut berakhir dengan kesan mendalam bagiku, banyak ilmu dan pemantik semangatku dalam kegiatan. Aku ingin mengikuti kegitan-kegiatan tersebut, jika ada. Berjalannya waktu, aku pun tanpa disuruh, aku langsung mengikuti. Sampai hal yang tak ku duga pun terjadi, aku terpilih menjadi ketua OSIS. Ucapanku terijabah, aku yang dulu bilang ingin jadi kakak-kakak kelas yang gagah bisa bicara dipodium ahiraya terealisasi.

 

 Dari pengalaman-pengalama-ku tersebut, terjadi ulang pada murid-ku, setiap kegiatan, mereka mengeluh capek, jenuh terpaksa, dan lain-lain. Akhirnya aku sampaikan kepada mereka, "Nak, semua yang kamu alami sekarang sudah pernah pa guru alami waktu SMP seperti kalian, pa guru juga merasakan betul yang sekarang kalian rasakan ini, tadi kaya capek dan lain-lain, tapi percayalah nak, tak ada yang rugi untuk mengikuti suatu kegiatan seperti ini, Insyaallah ada manfaatnya, meskipun tidak langsung kalian rasakan nak", ucapanku dengan nada lirih ditengah kegiatan mereka. Berjalannya waktu hingga saat ini, salah satu dari mereka memang ada sebagian yang loyal dengan kegiatan-kegiatn sekolah, sampai sudah menjadi alumni pun mereka ingin ikut mengikuti kegiatan membantuku. Disitulah saya berfikir ada arti sebuah pengalaman hidup, yang mana harus dilalui dengan susah payah dahulu, baru merasakan manisnya, harus mengeluh dan capek dulu untuk mencapai hasil, tak ada yang instan memang, semuanya butuh proses seperti pengalamanku ini.

 

Akhir catatan kecilku ini, aku berharap ada yang membaca kisah terbaikku ini, mungkin butuh sedikit waktu luang, lebihnya dari harapanku, ada yang tersentuh dari catatanku.

 

Jazakallah.

 

 

BAHAGIA ITU....

 

Tumpukan koleksi buku pelajaran dan bacaan bara saja tak lama akhir-akhir mingguini yang dapat bantuan dari pemerintah yakni dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)sudah mulai berdatangan. Tugasku makin bertambah, belum selesai kukerjakan keuangandari koperasi, ini sudah ada lagi. Ah, memikirkan sebuah pekerjaan tidak akan pernah adahabisnya. Lebih baik kujalani dengan pelan-pelan, tapi semua selesai dan tertata baik.

MasyaAllah! Baruuu saja aku memberesi buku-buku yang ada di rak paling ujung,kenapa berantakan lagi? Allahu Akbar.... ini yang terkadang membuatku naik darah. Setiap kali buku-buku tertata rapi dan anggun untuk dipandang, ada saja perbuatan siswasiswi yang kurang akan kesadarannya. Bahwa, dengan memiliki kesadaran yang tinggi itu membuatnya berlatih untuk bertanggung jawab dan berbuat mandiri akan kewajibannya.

 

"Bu! Bu Tiara itu jangan cemberut sih bu! Nanti cantiknya ibu berkurang, loh! Heheh..." gurau si Sahda, anak kelas 8B yang selalu aktif dan tidak mau ketinggalan informasi buku terbaru di perpustakaan.

 

"Gimana ibu, nggak cemberut itu lho kakak kelasmu, kalau pinjam buku tidak ditaruh tempatnya. Sudah jelas-jelas itu sudah ada tulisan besar pula, "MOHON SETELAH MEMBACA/MEMINJAM BUKU DIRAPIKAN KEMBALI DAN DIKEMBALIKAN PADA TEMPATNYA. TERIMAKASIH". Sudah jelas kan, Da... itu???" jawabku dengan nada yang amat lirih.  

"Ibu... Ibu itu kan baik hati, tidak pemarah, perhatian terhadap hal-hal yang kecil, pula... Udah buu itung-itu saja ini sebuah ibadah yang tidak boleh dilewati, bu. Heheh. Udah bu, ini aku mau pinjem buku Sains." Sahutnya sambil menyerahkan buku yang mau dipinjam lalu ia pun pamit dan pergi meninggalkan perpustakaan.

Hhhhhhh... 

Namun, ada benemya juga kata Sahda tadi. Anggap saja ini sebuah ibadah yangbernilai pahala. Kadang kita melupakan hal sekecil, bak sebuah kalimat ringan yangdiuraikan oleh Sahda, ringan tapi penuh makna yang mendalam. Seberat apapun tugas
dan amanah kita kepada sebuah pekerjaan, tetapi jika dilakukannya dengan ikhlas, tanpaemosi, melakukannya dengan sabar dan penuh dengan senyuman semua akan terasamudah, tak terlalu kerepotan, karna bahwasannya dimanapun, kapanpun saat keadaanapapun, selipkan kata-kata dalam pribadi diri untuk selalu bahagia. Tugas menumpukbahagia, buku berantakan bahagia, menghadapi anak-anak yang super aktif dan super proaktif pun harus bahagia. Karna, bahagia itu sederhana, tidak mudah marah saat melayanipengunjung dan selalu humble dengan siapapun, sesuai dengan visi "melayani dengan sepenuh hati dan menggapai ridho Ilahi"

 

 

 

 

 

Di Atas Langit Ada Langit

11 2017
Oleh: Ibnu Wachyudi


            Tahun pelajaran baru semakin dekat dan tak terasa pembagian tugas mengajar pun telah dibagikan. Kelas 9 yang pada tahun ini hanya sekelas memaksa penulis untuk mengajar sendiridi kelas 9 yang biasa berdua bersama dengan Bu Ana. Kelas ini sebelumnya pernah diampupenulis saat pembelajaran tarikh. Seingat penulis kelas ini lebih banyak siswa yang takbersemangat dan mempunyai kemampuan kognitif boleh dikata rendah. Siswa mempunyaisemangat rendah pada kelas ini penulis mempunyai pengalaman tersendiri yang tidak akanditulis pada kisah ini. Terkait kelas ini mempunyai kognitif yang rendah penulis mengalamisendiri bahwa kelas ini ternyata tidaklah seperti dugaan sebelumnya.

Allah subhanahu wa ta'ala sungguh menciptakan manusia dalam keadaan sempurna,meskipun seorang bayi terlahir cacat. Kelemahan yang dimiliki bayi itu kadangkala menjadi titikbalik untuk menjadi kesempurnaan bagi bayi itu sendiri. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kelas9 tahun ini. Secara kognitif (pengetahuan) mata pelajaran bias jadi memiliki kelemahan namun pada bidang lain siapa sangka kelas ini memiliki jalan keluar bagi penulis yang saat itu benar - benar membutuhkan solusi cepat dan tepat.

Penulis memahai dunia TI sangatlah cepat berkembang, sehingga menuntuk penulis untuk memliki alat komunikasi, hand phone untuk komunikasi sesame rekan. Pada dua tiga tahun belakangan tuntutan bertambah dengan adanya WA sebuah aplikasi komunikasi berbasis '& internet. Penulis pun mempelajari agar tidak tertinggal namun pada suatu hari HP menjadi nganmbek, karena memori penuh. Berbagai usaha untuk memindahkan data sulit dilakukan karena kabel data tidak konek, namun anehnya kabel data milik Bu Ana bisa di gunakan. Pinjam  terus menerus tidak mungkin ke took sudah dicoba namun tak ada yang cocok. Secara tidak  sengaja penulis melontarkan permaasalahan yang dimiliki, sungguh tak dinyana langsung ada  jawab dan solusi. Solusi yang diberikan tepat dan cocok, termenung dalam kesendirian muncul  pesan orang tua pada saat masa kecil dahulu: "di atas langit ada langit". Janganlah merasa pintar sesungguhny kepinteran kita ada yang melebih kepinteran kita.

Berbekal dari pengalaman ini penulis menasihatkan kepada para siswa bahwa tidak  semua siswa pinter atau mampu dalam pelajaran aspek kognitif namun allah telah membekali hambanya dengan kemampuan yang luar biasa kepada kita semua. Kemampuan atau baka tersembunyi inilah yang harus kita gali. Jadikan diri kalian manusia yang mempunyai nilai lebih.
Para guru pun hendaknya menyadari tidak semua siswa harus pandai dalam mata pelajaran, namun bukan pula siswa meremehkan salah satu pelajaran. Tetap saja siswa harus berusaha memupuk rasa ingin tahu pada semua pelajaran. Guru pun sudah barang tentu tetap berupaya memaksimalkan dalam membelajarkan mata pelajarannya.

****semoga bermanfaat**** 

 

 

Ternyata itu Penting...
Oleh
Khomsyah Nurhayati

 

Dunia kerja adalah dunia yang membutuhkan kreativitas, bukan hanya sekedar pintar atau gelar saja. Saya adalah orang yang paling bejo, mengapa demikian? Karna di SMP MUDA inilah saya menemukan orang-orang yang berkreativitas tinggi, ibarat sebuah kertas berkas saja masih bisa untuk digunakan untuk membuat amplop mini, diberi takjub pula, guru dan karyawan pun menerima amplop tersebut dengan baik dan menerima, kala guru dan karyawan sedang mengerjakan tugas yang berkenaan dengan entah itu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), administrasi ataupun yang lainnya selagi masih ada kertas yang bisa untuk digunakan, maka gunakanlah, dan masih banyak lainnya, kecuali jika sudah pasti benar, teliti dan mendapatkan persetujuan dari atasan barulah menggunakan kertas betul.

"Bu, saya baru menemui tempat kerja yang 'baru' seperti ini bu.." kataku pada bendahara TU. Senyuman itu terlontar pada bu Lia, lalu menjawabnya dengan indah.

"Mbak, disini itu hal sekecil saja itu bermanfaat, maka jika njenengan di rumah punya barang yang masih layak untuk digunakan bawalah kemari."

Awalnya, saya sangat cangguh di tempat kerja baru, pada dasarnya memasuki dunia kerja terkadang, gampang susah, karena disini saya bertemu dan berinteraksi dengan berbagai macam karakter orang serta budaya kerja yang mungkin jauh berbeda dengan kebiasaanku sebelumnya. Terkadang, banyak hal yang pada prakteknya tidak semudah teori yang telah saya pelajari sebelumnya.

Suatu ketika, saya diminta tolong untuk memfotocopy sebuah dokumen penting oleh kepala TU SMP MUDA, di salah satu printer ruang TU. Entah ini bisa dikatakan lupa ataupun saya yang malu untuk bertanya, dokumen yang saya fotocpy itu posisi dokumennya terbalik, sehingga terjadilah sebuah dialog antara saya dengan beliau.

Mbaa... Kalau mau memfotocpy apapun itu arah kepala bukunya disebelah kanan ya mba, nanti jadinya cantik deeeeh seperti yang mencontohkan ini." Guraunya sambil menebarkan senyuman kepadaku.

"Ooh, iyaa mba cantik hasilnya.. Maaf yaa mba, saya belum terbiasa melakukan hal ini. Tolong jangan bosan-bosan untuk selalu mengingatkanku jika salah yaa mbaa. Heheh." Dengan wajah yang memerah ku menghadapnya. Sambil memegang tangannya ke pundakku, dan sepertinya pun beliau memahami akan karakterku yang supel.

"Asalkan mau berlatih, belajar dan tekad mau. Insya Allah, kok mba. Pasti bisa." Kata  KA.TU SMP MUDA dengan nada yang lembut padaku.

Beberapa bulan bekerja disini, saya mulai belajar memahami karakter rekan kerja.

Dan paling penting adalah memiliki komunikasi yang baik, yang halus, yang lembut, dan efektif. Karena dengan komunikasi yang baik, yang halus, dan lembut itu akan mudah bergaul dengan siapapun, sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan.

Dengan demikianlah, saya pribadi berusaha untuk terus belajar dan mempelajari banyak hal baru yang positif sehingga itu menjadi pengalaman baik saya dan semoga akan bermanfaat untuk ke depannya. Aamiin....

Sharing is caring seperti pepatah yang diungkapkan oleh Barney.

 

 

 

 

KEISTIMEWAAAN TERIMAKASIH
Oleh Rini Hndayani, S. Pd.

 

 

Awalnya saya sering kewalahan menghadapi biang keributan, Baik pada saat mengajar maupun saat piket. Pada saat mengajar salah seorang yang bernama Andi (bukan nama sebenarnya) selalu ribut, ada saja ulahnya. Andi hobi pindah-pindah tempat duduk, cerita dengan temannya terutama yang duduk di depannya (perempuan) ataupun membuat coretan untuk
dilempar kepada temannya dengan mengharap coretan tersebut ada balasan dari temannya sebagai bahan candaan.

 

Suatu saat Andi saya tunjuk untuk menghapus tulisan di papan tulis ternyata dia sigap langsung menghapus sebersih-bersihnya dan dilakukannya dengan cepat. Saat itu juga saya mengucapkan terimakasih dan memujinya, sejak saat itu dia selalu menghapus papan tulis sebelum saya masuk.

 

Tetapi hobi membuat ramai dan mengobrol saat pembelajaran masih dilakukan. AkhirnyaAndi sering saya tunjuk pada saat pembelajaran, bias ataupun tidak bias menjawab saya selalumemuji. Dan Alhamdulillah banyak kemajuan yang terjadi pada dirinya. Tanpa diminta ia selalu menunjukkan tangan kalau saya melemparkan pertanyaan.

 Dan pada saat piket kelas ramai saya masuki dan menunjuk si biang pembuat onar untukmencatat anak-anak yang rebut. Dia saya tunjuk sebagai penanggung jawab ketertiban kelas.Karena biasanya pada sat piket kadang ada dua kelas yang kosong (guru yang tidak berangkat).

 Kesimpulan dari hal tersebut di atas adalah kita sebagai guru tidak pelit dalam memberi pujian dan member kepercayaan tanggung jawab pada murid.

 

 

 

 

 

SEPATU AJAIB

Oleh Asrie Puspltasarie, S.Pd.


Bismillahirrohmanirrohiim.


Pembaca yang budiman...

Mungkin Anda heran atau mungkin penasaran membaca judul diatas, seperti cerita dongeng saja.Namun, ada baiknya jika pembaca yang budiman membacanya sampai selesai.

Simak baik-baik yah, ini kisah saya saat menjadi pendidik di SMP Muhammadiyah 2 yangKereeen hingga mencapai status akreditasi A, semoga SMP Muhammadiyah tetap jadi yangTerbaik. Aamiin

Sebagai guru dan juga wali kelas, sudah sepantasnya saya memperhatikan siswa siswi di kelasmaupun di luar kelas.Sejauh mata memandang, saya melihat seorang siswa denganperawakannya yang tinggi semampai, seragam yang rapih, rambut agak keriwil apik dilihatkarena tersisir rapih sedang berjalan dari pintu gerbang sekolah menuju kelas 9, dia mengenakansepatu yang tidak sesuai dengan aturan sekolah kami, yaitu siswa mengenakan sepatu hitam.Melihat hal itu, saya memberhentikan langkahnya dan menanyakan kenapa dia memakai sepatu dengan warna putih dibawahnya (plirit putih).

"Assalamualaikum,,, Nak," 'ucap saya di pintu gerbang.

"Waalaikumsalam,,, Bu" jawab anak itu.

"Bu guru mau tanya Boleh?" 'lanjut saya.

"Boleh Bu, tanya apa Bu? 'sambil bingung dan cengar cengir anak itu bertanya.

"Bu Guru lihat sepatumu ada plirit putihnya yah,„Betul? Bukankah aturan di sekolah ini siswa diminta mengenakan sepatu hitam?" tegas saya.

"He„he„ i„iya Bu. Maaf ya Bu, tadi saya pakai sepatu ini karena sepatu yang hitam sedang dicuci belum kering jadi saya pakai sepatu yang ada plirit putihnya."jelasnya dengan sedikit malu.

"Baik, karena kamu hari ini pakai sepatu yang tidak sesuai dengan aturan maka kamu menulisnamamu di catatan pelanggaran di meja piket. Besok lagi kamu pakai sepatu yang hitam semua ya, jangan ada plirit putihnya. Bisa ya?" 'pinta saya kepada anak itu.

"Iya Bu." Langsung dia menuju meja piket.

Setelah menulis di catatan pelanggaran, dia bergegas ke ruang kelas 9 karena bel sudah berbunyi.

Selang beberapa hari, saya memperhatikan anak tersebut mengulangi hal yang sama yaitu mengenakan sepatu yang ada plirit putihnya. Saya menghela nafas panjang, lalu saya memanggilanak itu dan bertanya lagi hal yang sama. Dia menjawab bahwa sepatunya hilang ketika dijemurdiluar rumah. Saya meminta anak tersebut menulis lagi di catatan pelanggaran.

Setelah menulis di catatan pelanggaran, saya meminta dia duduk di ruang guru dan berbincangdengan saya selaku wali kelas. Saya memulai dengan menyapa dia, menanyakan kabarnya danmengajak dia menenangkan hati dan fikirannya agar rileks. Pada saat itu, saya menanyakan beberapa hal berkaitan dengan catatan pelanggarannya. Setelah melihat catatan pelanggaran,
anak itu selain mengenakan sepatu yang tidak sesuai, dia juga sering terlambat datang kesekolah bahkan sewaktu dia kelas 8. Dari masalah itu, saya beri dia nasehat serta motivasi agardia lebih disiplin di sekolah. Saya punya inisiatif untuk menghubungi orang tua anak tersebut. Saya mendapat kesempatan untuk berkunjung kerumah orang tua si anak kebetulan bertemu
dengan ayahnya dan menyampaikan keterlambatan siswa secara umum, supaya orang tua tidakmerasa tersudut. Lalu pelan pelan saya mengatakan perihal keterlambatan anaknya kepada beliau seraya menyampaikan pelanggaran sepatu. 

Respon dari orang tua cukup baik dan mereka menyadari akan keterlambatan si anak. Disamping itu, orang tua mendukung sekolah dalam menegakkan tat tertib siswa, bahkanmempersilahkan guru BK atau Wali Kelas untuk memberi hukuman sewajarnya kepada anakapabila ia melakukan pelanggaran. Baik itu soal keterlambatan maupun sepatu yang tidak sesuai.Dua hari berikutnya, saya mendapati dia mengenakan sepatu hitam sesuai aturan sekolah. Sayamemanggilnya, dan mengatakan Alhamdulillah dan memberi pujian kepadanya.

 "Tuh,, kan bagus sepatunya hitam semua. Jadi senang bu Guru melihatnya." Ucap saya.

"He..he.. iya bu. Biar saya gak nulis di catatan pelanggaran lagi ya Bu." Jawabnya.
Selama satu semester anak tersebut mendapat rekor catatan pelanggaran sepatu sebanyak 5 kali. Angka yang cukup fantastis bagi kelas 9 yang sudah jadi kakak kelas seharusnya dia memberi contoh yang baik kepada adik kelasnya.


Sampailah kepada saat yang berbahagia, pengambilan rapot kelas 9 oleh orang tua. Seperti biasasebelum rapot dibagikan, wali kelas membuka acara dan menyampaikan amanat dari KepalaSekolah dan informasi libur akhir semester. Banyak dari orang tua yang hadir adalah ibu,sedangkan bapak hanya 3 orang. Setelah menyampaikan amanat, saya langsung memanggilnamasiswa kelas 9 satu per satu sesuai urutan kedatangan, tibalah giliran nama siswa yangbernama Anis Komarudin. Ibu Anis mendekati meja saya seraya duduk berhadapan dengansaya, lalu saya ambil rapot Anis, saya buka lembar nilai UAS milik Anis seraya menjelaskannya.Sang ibu mengangguk saat melihat nilai dan tersenyum simpul, mungkin dalam hatinya berkataiya memang seperti itulah kemampuan akademik anaknya. Beralih ke lembar berikutnya, yaituRekam Pelanggaran Siswa selama 1 Semester, dilihatnya baik baik lembar kertas itu dan sayamenjelaskan satu per satu. Alhamdulillah poin keterlambatan lx, poin memakai sepatu yang

tidak sesuai dengan aturan sekolah ada 5x pelanggaran. Saya menjelaskan kepada si Ibu dengan hati-hati. Namun, respon si Ibu kurang begitu senang. 

"Ibu, maaf saya sebagai ibunya saya tau betul anak saya, sepatu yang dia miliki itu hitam semua.sesuai aturan sekolah. Anak saya tidak neko neko bu." Sang Ibu menjelaskan dengan lantang.


"Iya bu, sebelumnya saya minta maaf sebagai guru disini saya memperhatikan Anis mengenakan sepatu hitam akan tetapi dibawahnya ada plirit putihnya. Saya melihat dengan seksama. Bahkansaya sudah mengajak bicara anak ibu dan ada perubahan memang walaupun kadang masih sajamengenakan sepatu hitam dengan plirit putih itu." jawab saya.


"Kalau ibu tidak percaya, mungkin ibu bisa tanyakan kepada Anis, sepulang dari rumah." lanjut saya.
"Tidak bu, saya tau persis sepatu anak saya dirumah, hitam semua ada 2. Gak mungkin sayasalah.
"Saya permisi bu, terima kasih." Ucap ibu Anis sambil membawa pulang rapot anaknya dengan
raut muka kecewa.

Saya melanjutkan memanggil nama siswa berikutnya walaupun masih khawatir dengan ibuAnis. Akhirnya selesai sudah pembagian rapot. Fikiran dan hati saya masih terbayang denganraut muka ibu Anis, kalau saja saya punya foto Anis saat dia memakai sepatu hitam dengan plirit

 

putih maka saya bisa lebih tenang agar tidak terjadi salah paham. Wajar saja, jika seorang ibumembela anaknya.

Sampailah kepada saat yang berbahagia lagi, siswa masuk sekolah setelah 2 minggu lebihliburan semester. Masih membahas masalah Anis dengan sepatunya yang tidak sesuai. Haripertama dia tidak berangkat, tidak ada keterangan. Saya baru bertemu dengan Anis pada harikedua. Saya melihat Anis memakai sepatu hitam plirit putih lagi, saya panggil dia dan bicaraempat mata. Saya ingat waktu pembagian rapot dan ibu Anis mengatakan sepatu anaknya hitam semua, saya katakan apa yang terjadi waktu itu kepada Anis.

"Anis, kok pakai sepatu yang tidak sesuai.. Kenapa? "ucap saya memulai pembicaraan.

"Iya Bu, sepatu yang hitam semua dirumah masih kotor."jawab Anis dengan crengas crenges.

"Kamu tau Nis, waktu ibumu ambil rapot, bu guru bilang ada pelanggaran Anis pakai sepatu yang tidak sesuai dengan aturan sekolah, tetapi ibumu bersikeras mengatakan sepatu Anis hitam semua, tidak mungkin salah."lanjut saya.

"Iya bu, ibu saya bilang kaya gitu ke saya. Tapi ternyata ibu saya yang salah paham, dikiranya sepatu saya hitam semua padahal ada satu pasang yang ada plirit putihnya Bu. Saya sudah menjelaskan ke ibu saya biar gak salah paham." Jawab Anis dengan klarifikasi. 

"Alhamdulillah,,, baiklah kalau seperti itu. Hari ini saya maafkan tapi besok lagi kamu nulis namamu di catatan pelnggaran. Nah sekarang bu Guru minta tolong Anis supaya besok memakai sepatu yang hitam semua. Bisa ya Anis?" Sana kamu kembali ke kelas," pinta saya kepada Anis,

 

"Insyaa Allah... "jawab Anis, kata terakhir setelah dia pergi ke kelas.

Hati saya lega mendengar pengakuan Anis. Keesokan hrinya, saya sibuk dengan rutinitas pekerjaan. Seperti biasa mengajar, mengerjakan tugas administrasi tambahan dan lainnya.

Malam harinya, saya teringat saya belum mengucapkan terima kasih kepada Anis karena sudahmembenarkan omongan saya kepada ibunya. Saya ambil Hp dan segera mengetik sms kepadaAnis dan mengirimkannya, isi sms itu sebagai berikut:

Saya :"Anis„ makasih ya kamu sudah meluruskan salah paham antara bu guru dan ibumu.. Anismemang anak yang baik, bu guru bangga dengan kebaikanmu.

"Anis : "Makasih untuk apa Bu?"

Saya : "Untuk Sepatu yang Plirit Putihnya.

"Anis : "Oh„ gak papa kok Bu.Kalau yang benar masih ada pasti saya akan membela, walaupunyang salah itu orang tuaku sendiri Bu, anis juga ngucapin makasih sama Ibu, telah meluruskanjalan yang baik, menyemangati aku. Bu Guru itu bener-bener guru terbaik aku. Wali kelas yanggoodjob."
Saya : "Wah Anis Lebay (berlebihan) ngomongnya,, ok Sip. Si=ukses untuk kita semua aamiiin"

Anis : "Itu mah bukan lebay Bu. Perhatian biar bu Guru tetap semangat ngajarnya. Iya Bu, Anis minta doanyaaja Bu, biar satu kelas lulus dengan nilai sempurna Bu.

Saya : "Aamiiin...Kesempurnaan hanya milik Allah. Anis sholatnya yang rajin 5 waktu, tahajud, doa dan usaha ya."

SMS yang Ajaib diawali dengan Sepalu Ajaib. Semoga pembaca bisa mengambil hikmahnya.Sekian dan terima kasih.

 

 

 

Menjadi Pengusaha yang Sukses dan Menjadi Tentara juga Mubaligh.

Margadana, 20 Februari 2019 

BU Khomsyah Nurhayati, S.Pd.I

Dititik binar mata mereka tersimpan tekad yang mulia. Dan ditangan merekalah akan membawa perubahan baik yang didalam hati mereka adalah ingin menghafal Qur'an dan mencintai Qur'an. Selain nilai-nilai islam yang tertanam dihatinya, mereka juga memiliki sebuah keinginan tinggi yang dimiliki oleh kedua anak tersebut, Rifky dan Nanda sapaannya. Lengkapnya Moh. Rifky Muttaqien dan Ananda Hestu Rizqillah. Saat jam kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Al-Qur'an Hadist  yg siang ini jatah untuk menyetorkan hafalan..
Bagi keduanya mapel Ciri Khusus dan PAI adalah kekagumannya. Rifky dan Ananda yang memiliki kecerdasan lebih dalam menghafal. Potensinya, Maa syaa Allah yang luar biasa. Katanya, mereka "sangat beruntung bisa sekolah di SMP Muhammadiyah 2 Boarding School Kota Tegal ini karna bisa menemukan kenyamanan dan ketenangan batinnya di sekolah ini, krna disini banyak sekali ilmu-ilmu agamanya. Sya bisa melanjutkan hafalan-hafalan saya sewaktu di TPQ di SMP sini."
Targetnya mereka adalah sebelum kenaikan kelas bisa menghafal juz yang ke-30. Smoga itu bisa berjalan dengan lancar dan baik. Juga dapat menginspirasi teman-teman kelas lainnya.
Ini adalah bentuk hasil dari buah kerja keras bapak/ibu guru serta karyawan semuanya, mengapa? Karna. Sewaktu saya bertanya, tentang SMP Muhammadiyah 2 Boarding School Kota Tegal mereka menjawab yaitu saat ada sosialisasi PDDB waktu ke SD nya.
Maa syaa Allah..
Proses tak akan pernah menghianati sebuah hasil. Perjuangan inilah yang slalu dan harus dibawa kemana-mana. Dan perjuangan itu slalu membuahkan yang terbaik jika yang kita lakukan itu dengan ikhlas dan tulus.
Semoga PPDB tahun ini juga membuahkan hasil yang sesuai dengan yang diiimpikan yakni mendapatkan jumlah siswa-siswi yang diharapkan dan siswa-siswi SMP MUDA menjadi "Dicipline And Attitude Are Our Priority"
Tugas ini masih panjang. Masih adaa yang harus dikerjakan. Berat memang. Yang berat itu bukan dilan namun menjadi guru yang berat .  Semoga perjuangan dan pengorbanan bapak ibu guru juga staff disini digantikan menjadi pahala yang berlimpah. Aamiin. Allahumma aamiin..

 

 

 

 

Menggapai Asa di Tepi Pantura
Margadana, 24 Januari 2018

[20:06, 1/24/2018] P Arifin

ts putri


Rabu senja ditepi pantura, dikala hari dirundung mendung, dikala para si penuntut ilmu kian lelah dan pendidik kian lemah namun asa setitik asa yang hinggap dibenak siswa di pojok sekolah. Siswa yang dari pagi hingga senja menuntut ilmu dunia dan akherat tetap berteriak semangat dengan ayunan pukulan dan tendangan yang ditujukan lawan virtual "packing box".

Mereka antara lain Widya Najmah, Zillah, Sifa, Arifah, Rizal, Hendri, Indra, Tegar, Agus, Gilang dan Dian si gadis mungil yang masih hangat gaungnya karena baru saja menyabet gelar bergengsi se-karisidenan Pakalongan.

"Buggg..buggg..buggg..siap. Saya pakai kaki kiri, saya kanan, saya tengah.." teriak Agus, Rizal, Hedrik dan Tegar silih berganti saat itu serta dari kejauhan sang pelatih teriak " hajar..tendang..tahan".

Riuhnya latihan pada saat itu ahirnya menyadarkan kepada mereka sendiri bahwasanya mereka tidak akan mampu ketika mereka hanya duduk terdiam menonton. Itulah wujud usaha siswa SMP Muda Boarding School yang termotivasi dan dimotivasi untuk sebuah asa yang belum tergapai.  Impian bisa naik gelanggang pada POPDA SILAT itulah target kami dan mereka.

Semangat para calon pendekar muda!!!.

 

ts putra